Breaking News

Menyambut Peluang Pemekaran Provinsi NTB Menjadi Provinsi Lombok dan Provinsi Pulau Sumbawa Berdasarkan Data APBD, Penduduk, IPM, Gini Rasio dan Tingkat Kemiskinan.


Mataram-Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025 serta jumlah penduduk dari sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terdapat sejumlah temuan penting terkait rencana pemekaran wilayah NTB menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Pulau Sumbawa dan Provinsi Lombok. Analisis ini mengungkap dinamika fiskal, tantangan pembangunan, serta potensi ekonomi yang dapat dimaksimalkan melalui pemekaran wilayah.

Tabel 1 : Jumlah APBD dan Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi NTB Tahun 2025

Kabupaten/Kota

APBD (Rp Triliun)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Kab. Sumbawa Barat

1,3

153.570

Kab. Sumbawa

2,4

529.540

Kab. Dompu

1,3

236.000

Kab. Bima

2,1

535.530

Kota Bima

1,1

163.824

Total Pulau Sumbawa

8,2

1.618.464 Jiwa

Kab. Lombok Barat

2,2

748.580

Kab. Lombok Tengah

2,8

1.110.000

Kab. Lombok Timur

3,4

1.300.000

Kab. Lombok Utara

1,1

269.000

Kota Mataram

1,8

459.683

Total Pulau Lombok

11,3

3.887.263 Jiwa

Rencana pemekaran NTB menjadi dua wilayah administratif memberikan peluang signifikan dalam mempercepat pembangunan dan meningkatkan efektivitas tata kelola pemerintahan. Pulau Sumbawa, dengan lima kabupaten/kota, memiliki total APBD sekitar Rp8,2 triliun dan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa. Sebaliknya, Pulau Lombok yang juga terdiri atas lima kabupaten/kota, memiliki APBD lebih besar, yakni sekitar Rp11,3 triliun, namun dengan jumlah penduduk yang jauh lebih banyak, yaitu hampir 3,9 juta jiwa. Secara fiskal, perhitungan APBD per kapita menunjukkan bahwa Pulau Sumbawa memiliki potensi lebih besar dalam hal daya dukung anggaran per penduduk. Rata-rata APBD per kapita di Pulau Sumbawa mencapai sekitar Rp5,06 juta per tahun, sedangkan di Pulau Lombok sekitar Rp2,91 juta per tahun. Perbedaan ini menunjukkan bahwa Pulau Sumbawa, meskipun memiliki APBD yang lebih kecil secara total, cenderung lebih efisien dalam pembiayaan layanan publik.

Potensi fiskal bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan pembangunan. Pulau Lombok memiliki keunggulan dalam hal infrastruktur dan basis ekonomi yang lebih beragam. Kehadiran Kota Mataram sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan, Bandara Internasional Lombok, serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika menjadikan Lombok sebagai poros utama pertumbuhan ekonomi dan konektivitas regional. Sektor pariwisata di Lombok juga telah berkembang pesat, dengan daya tarik destinasi seperti Gili Trawangan dan Mandalika yang dikenal secara internasional. Di sisi lain, Pulau Sumbawa memiliki keunggulan pada sektor sumber daya alam, khususnya pertambangan dan pertanian. Kehadiran perusahaan besar seperti PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) memberikan kontribusi signifikan melalui Dana Bagi Hasil (DBH) yang memperkuat pendapatan daerah. Sektor ini dapat menjadi motor penggerak utama pembangunan apabila didukung oleh tata kelola pemerintahan yang transparan dan efisien. Selain itu, dengan luas wilayah yang besar dan penduduk yang relatif sedikit, Pulau Sumbawa memiliki ruang lebih untuk pengembangan wilayah baru, termasuk pembangunan pusat pemerintahan provinsi baru.

Pemekaran juga membuka peluang untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan pembentukan provinsi baru, masing-masing wilayah dapat lebih fokus mengembangkan potensi lokal secara mandiri. Pulau Sumbawa dapat menitikberatkan pada pembangunan sektor industri ekstraktif dan agrobisnis, sementara Pulau Lombok dapat memperkuat sektor pariwisata, perdagangan, dan jasa. Namun, terdapat sejumlah tantangan yang harus diantisipasi. Salah satunya adalah ketimpangan fiskal. Meskipun APBD per kapita Pulau Sumbawa lebih tinggi, total anggaran yang lebih kecil dapat membatasi kapasitas pembangunan infrastruktur besar. Selain itu, luasnya wilayah dan penyebaran penduduk yang tidak merata di Pulau Sumbawa dapat menyulitkan dalam efisiensi penyediaan layanan publik dan pembangunan jalan penghubung antarwilayah.

Aspek kelembagaan dan sumber daya manusia juga menjadi perhatian penting. Pembentukan provinsi baru membutuhkan pembiayaan awal yang cukup besar untuk membangun struktur birokrasi, seperti kantor gubernur, DPRD provinsi, dan organisasi perangkat daerah (OPD) baru. Tanpa perencanaan yang matang, beban fiskal ini justru dapat menekan APBD kabupaten/kota yang menjadi penopang awal. Oleh karena itu, keterlibatan pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun insentif pemekaran sangat krusial agar provinsi baru dapat berjalan optimal sejak awal. Keberhasilan pemekaran sangat bergantung pada kesiapan kelembagaan, stabilitas fiskal, dan dukungan masyarakat lokal. Dalam banyak kasus di Indonesia, daerah pemekaran mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah pusat, baik dalam bentuk pendanaan tambahan maupun pembangunan infrastruktur dasar. Hal ini menjadi peluang strategis untuk mempercepat transformasi ekonomi di masing-masing wilayah.

Dengan strategi branding yang tepat, Pulau Lombok dapat memperkuat promosi pariwisata internasional sebagai provinsi sendiri. Wilayah seperti Lombok Tengah dan Lombok Barat dapat berkembang sebagai simpul baru pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata, logistik, dan UMKM. Sementara itu, Pulau Sumbawa memiliki peluang untuk mengoptimalkan sumber daya alam dan menciptakan kawasan industri tambang yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah secara signifikan. Berikut disajikan data yang terkait IPM, Gini Rasio dan Tingkat Kemiskinan tahun 2024.

 

Tabel 2 : IPM Tah Gini Rasio Kemiskinan di Kabupaten/Kota provinsi NTB 2024

No

Kabupaten/Kota

IPM

Gini Rasio

Kemiskinan (%)

1

Kab. Sumbawa Barat

75,52

0,386

12,23

 

2

Kab. Sumbawa

72,36

0,410

12,87

 

3

Kab. Dompu

72,59

0,384

11,59

 

4

Kab. Bima

70,99

0,367

13,88

 

5

Kota Bima

78,91

0,411

8,12

 

6

Kab. Lombok Barat

72,70

0,353

12,80

 

7

Kab. Lombok Tengah

71,19

0,380

12,07

 

8

Kab. Lombok Timur

71,48

0,270

14,51

 

9

Kab. Lombok Utara

68,64

0,309

23,96

 

10

Kota Mataram

80,60

0,392

8,00

 

         Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Gini Rasio, dan tingkat kemiskinan tahun 2024 di sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kondisi social ekonomi yang dapat dijadikan dasar analisis peluang dan tantangan pemekaran provinsi menjadi Provinsi Pulau Sumbawa dan Provinsi Pulau Lombok. Data tersebut menunjukkan variasi yang signifikan dalam pembangunan manusia, kesenjangan ekonomi, dan kemiskinan antara wilayah-wilayah tersebut yang mencerminkan potensi sekaligus tantangan yang harus dihadapi dalam proses pemekaran.

           Dari sisi IPM, wilayah Pulau Sumbawa yang meliputi Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima secara umum memiliki nilai IPM yang bervariasi dari 70,99 hingga 78,91, dengan Kota Bima sebagai daerah dengan IPM tertinggi di pulau tersebut (78,91). Angka ini mencerminkan tingkat kualitas hidup, pendidikan, dan kesehatan yang cukup baik, meskipun masih ada ruang untuk peningkatan, terutama di kabupaten Bima yang memiliki IPM terendah (70,99). Di sisi lain, Pulau Lombok yang terdiri dari Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, dan Kota Mataram menunjukkan rentang IPM yang juga cukup luas, dengan Kota Mataram sebagai pusat administrasi dan perkotaan memiliki IPM tertinggi di NTB yaitu 80,60, menandakan kualitas pembangunan manusia yang lebih baik di kota tersebut. Namun, Lombok Utara menunjukkan IPM terendah di antara kabupaten/kota Lombok yaitu 68,64, yang menandakan adanya disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Lombok.

Gini Rasio, sebagai indikator ketimpangan pendapatan, menunjukkan angka yang bervariasi dengan kecenderungan ketimpangan yang cukup tinggi di beberapa daerah. Kabupaten Sumbawa memiliki Gini Rasio sebesar 0,410, sedangkan Kota Bima berada pada 0,411, yang menunjukkan ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi meskipun IPM Kota Bima termasuk yang tertinggi. Di Pulau Lombok, ketimpangan cenderung lebih rendah di beberapa wilayah seperti Lombok Timur (0,270) dan Lombok Utara (0,309), namun di kota-kota utama seperti Kota Mataram, Gini Rasio masih cukup tinggi di angka 0,392. Hal ini menggambarkan bahwa meskipun ada kemajuan pembangunan manusia, distribusi pendapatan masih belum merata dan menjadi tantangan penting untuk pemekaran agar dapat diatasi.

Tingkat kemiskinan juga memperlihatkan dinamika yang signifikan. Kota-kota utama seperti Kota Bima dan Kota Mataram menunjukkan tingkat kemiskinan terendah masing-masing 8,12% dan 8,00%, yang mengindikasikan efektivitas pelayanan publik dan akses ekonomi yang lebih baik di perkotaan. Sebaliknya, Kabupaten Lombok Utara memiliki tingkat kemiskinan tertinggi yakni 23,96%, yang jauh di atas rata-rata nasional dan provinsi, menunjukkan kebutuhan mendesak untuk intervensi pembangunan sosial dan ekonomi di wilayah ini. Wilayah lain di Pulau Sumbawa dan Lombok juga mencatat angka kemiskinan yang relatif tinggi, berkisar antara 11% hingga 14%, yang mengindikasikan masih adanya kelompok masyarakat yang rentan dan tertinggal secara ekonomi.

Pemekaran Provinsi NTB menjadi Provinsi Pulau Sumbawa dan Provinsi Lombok dapat memberikan ruang bagi pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang lebih fokus dan terarah sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah. Pulau Sumbawa yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, khususnya di sektor pertambangan dan pertanian, dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prioritas pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan IPM yang lebih merata di seluruh kabupaten. Kondisi ketimpangan yang cukup tinggi dan tingkat kemiskinan di atas rata-rata juga harus menjadi perhatian utama dalam merancang kebijakan fiskal dan sosial yang inklusif agar manfaat pembangunan dapat dirasakan secara lebih adil.

 Pulau Lombok, dengan jumlah penduduk yang lebih besar dan basis ekonomi yang lebih beragam termasuk pariwisata yang kuat, memiliki peluang untuk memperkuat sektor jasa dan industri kreatif sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Keberadaan Kota Mataram sebagai pusat administrasi dan perdagangan dengan IPM tinggi dan tingkat kemiskinan rendah menjadi modal yang kuat untuk pengembangan wilayah lain di Pulau Lombok yang masih tertinggal. Namun, tantangan utama Pulau Lombok terletak pada kesenjangan antar wilayah yang cukup besar, seperti yang terlihat di Lombok Utara yang memiliki IPM terendah dan tingkat kemiskinan tertinggi, sehingga perlu strategi pembangunan yang mampu mengatasi disparitas tersebut dan meningkatkan pemerataan kesejahteraan. Tantangan lain yang muncul dari data ini adalah kebutuhan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengelolaan pemerintahan yang efektif agar kedua provinsi baru dapat berjalan secara mandiri dan berkelanjutan. Ketimpangan pendapatan yang masih tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya inklusif, sehingga pembangunan harus diarahkan untuk memperbaiki akses pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pemekaran NTB menjadi dua provinsi dapat menjadi peluang strategis untuk mempercepat pembangunan yang lebih merata dan sesuai karakteristik wilayah, dengan fokus pada peningkatan IPM, pengurangan kemiskinan, dan penurunan ketimpangan. Namun, keberhasilan pemekaran ini sangat bergantung pada perencanaan yang matang, dukungan dari pemerintah pusat dan daerah, serta partisipasi aktif masyarakat. Jika mampu mengelola peluang dan mengatasi tantangan yang ada, pemekaran akan memperkuat otonomi daerah dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Pulau Sumbawa dan Provinsi Lombok secara berkelanjutan.

0 Comments

© Copyright 2023 - Suara Konsumen Indonesia