Tabel 1 : Jumlah APBD dan Jumlah
Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi NTB Tahun 2025
Kabupaten/Kota |
APBD (Rp Triliun) |
Jumlah Penduduk (Jiwa) |
Kab. Sumbawa Barat |
1,3 |
153.570 |
Kab. Sumbawa |
2,4 |
529.540 |
Kab. Dompu |
1,3 |
236.000 |
Kab. Bima |
2,1 |
535.530 |
Kota Bima |
1,1 |
163.824 |
Total Pulau Sumbawa |
8,2 |
1.618.464 Jiwa |
Kab. Lombok Barat |
2,2 |
748.580 |
Kab. Lombok Tengah |
2,8 |
1.110.000 |
Kab. Lombok Timur |
3,4 |
1.300.000 |
Kab. Lombok Utara |
1,1 |
269.000 |
Kota Mataram |
1,8 |
459.683 |
Total Pulau Lombok |
11,3 |
3.887.263 Jiwa |
Rencana pemekaran NTB
menjadi dua wilayah administratif memberikan peluang signifikan dalam
mempercepat pembangunan dan meningkatkan efektivitas tata kelola pemerintahan.
Pulau Sumbawa, dengan lima kabupaten/kota, memiliki total APBD sekitar Rp8,2
triliun dan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa. Sebaliknya, Pulau Lombok yang juga
terdiri atas lima kabupaten/kota, memiliki APBD lebih besar, yakni sekitar
Rp11,3 triliun, namun dengan jumlah penduduk yang jauh lebih banyak, yaitu
hampir 3,9 juta jiwa. Secara fiskal, perhitungan APBD per kapita menunjukkan
bahwa Pulau Sumbawa memiliki potensi lebih besar dalam hal daya dukung anggaran
per penduduk. Rata-rata APBD per kapita di Pulau Sumbawa mencapai sekitar
Rp5,06 juta per tahun, sedangkan di Pulau Lombok sekitar Rp2,91 juta per tahun.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa Pulau Sumbawa, meskipun memiliki APBD yang
lebih kecil secara total, cenderung lebih efisien dalam pembiayaan layanan
publik.
Potensi fiskal
bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan pembangunan. Pulau Lombok memiliki
keunggulan dalam hal infrastruktur dan basis ekonomi yang lebih beragam.
Kehadiran Kota Mataram sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan, Bandara
Internasional Lombok, serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika menjadikan
Lombok sebagai poros utama pertumbuhan ekonomi dan konektivitas regional.
Sektor pariwisata di Lombok juga telah berkembang pesat, dengan daya tarik
destinasi seperti Gili Trawangan dan Mandalika yang dikenal secara
internasional. Di sisi lain, Pulau Sumbawa memiliki keunggulan pada sektor
sumber daya alam, khususnya pertambangan dan pertanian. Kehadiran perusahaan
besar seperti PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) memberikan kontribusi
signifikan melalui Dana Bagi Hasil (DBH) yang memperkuat pendapatan daerah.
Sektor ini dapat menjadi motor penggerak utama pembangunan apabila didukung
oleh tata kelola pemerintahan yang transparan dan efisien. Selain itu, dengan
luas wilayah yang besar dan penduduk yang relatif sedikit, Pulau Sumbawa
memiliki ruang lebih untuk pengembangan wilayah baru, termasuk pembangunan
pusat pemerintahan provinsi baru.
Pemekaran juga
membuka peluang untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan
pembentukan provinsi baru, masing-masing wilayah dapat lebih fokus
mengembangkan potensi lokal secara mandiri. Pulau Sumbawa dapat menitikberatkan
pada pembangunan sektor industri ekstraktif dan agrobisnis, sementara Pulau
Lombok dapat memperkuat sektor pariwisata, perdagangan, dan jasa. Namun,
terdapat sejumlah tantangan yang harus diantisipasi. Salah satunya adalah
ketimpangan fiskal. Meskipun APBD per kapita Pulau Sumbawa lebih tinggi, total
anggaran yang lebih kecil dapat membatasi kapasitas pembangunan infrastruktur
besar. Selain itu, luasnya wilayah dan penyebaran penduduk yang tidak merata di
Pulau Sumbawa dapat menyulitkan dalam efisiensi penyediaan layanan publik dan
pembangunan jalan penghubung antarwilayah.
Aspek kelembagaan dan
sumber daya manusia juga menjadi perhatian penting. Pembentukan provinsi baru
membutuhkan pembiayaan awal yang cukup besar untuk membangun struktur
birokrasi, seperti kantor gubernur, DPRD provinsi, dan organisasi perangkat
daerah (OPD) baru. Tanpa perencanaan yang matang, beban fiskal ini justru dapat
menekan APBD kabupaten/kota yang menjadi penopang awal. Oleh karena itu,
keterlibatan pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), maupun insentif pemekaran sangat krusial agar provinsi
baru dapat berjalan optimal sejak awal. Keberhasilan pemekaran sangat
bergantung pada kesiapan kelembagaan, stabilitas fiskal, dan dukungan
masyarakat lokal. Dalam banyak kasus di Indonesia, daerah pemekaran mendapatkan
perhatian lebih dari pemerintah pusat, baik dalam bentuk pendanaan tambahan
maupun pembangunan infrastruktur dasar. Hal ini menjadi peluang strategis untuk
mempercepat transformasi ekonomi di masing-masing wilayah.
Dengan strategi branding yang tepat,
Pulau Lombok dapat memperkuat promosi pariwisata internasional sebagai provinsi
sendiri. Wilayah seperti Lombok Tengah dan Lombok Barat dapat berkembang
sebagai simpul baru pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata, logistik, dan
UMKM. Sementara itu, Pulau Sumbawa memiliki peluang untuk mengoptimalkan sumber
daya alam dan menciptakan kawasan industri tambang yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah secara signifikan. Berikut disajikan data yang
terkait IPM, Gini Rasio dan Tingkat Kemiskinan tahun 2024.
Tabel 2 : IPM Tah Gini Rasio Kemiskinan
di Kabupaten/Kota provinsi NTB 2024
No |
Kabupaten/Kota |
IPM |
Gini Rasio |
Kemiskinan (%) |
|
1 |
Kab. Sumbawa Barat |
75,52 |
0,386 |
12,23 |
|
2 |
Kab. Sumbawa |
72,36 |
0,410 |
12,87 |
|
3 |
Kab. Dompu |
72,59 |
0,384 |
11,59 |
|
4 |
Kab. Bima |
70,99 |
0,367 |
13,88 |
|
5 |
Kota Bima |
78,91 |
0,411 |
8,12 |
|
6 |
Kab. Lombok Barat |
72,70 |
0,353 |
12,80 |
|
7 |
Kab. Lombok Tengah |
71,19 |
0,380 |
12,07 |
|
8 |
Kab. Lombok Timur |
71,48 |
0,270 |
14,51 |
|
9 |
Kab. Lombok Utara |
68,64 |
0,309 |
23,96 |
|
10 |
Kota Mataram |
80,60 |
0,392 |
8,00 |
|
Dari sisi IPM, wilayah Pulau Sumbawa
yang meliputi Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima
secara umum memiliki nilai IPM yang bervariasi dari 70,99 hingga 78,91, dengan
Kota Bima sebagai daerah dengan IPM tertinggi di pulau tersebut (78,91). Angka
ini mencerminkan tingkat kualitas hidup, pendidikan, dan kesehatan yang cukup
baik, meskipun masih ada ruang untuk peningkatan, terutama di kabupaten Bima
yang memiliki IPM terendah (70,99). Di sisi lain, Pulau Lombok yang terdiri
dari Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, dan
Kota Mataram menunjukkan rentang IPM yang juga cukup luas, dengan Kota Mataram
sebagai pusat administrasi dan perkotaan memiliki IPM tertinggi di NTB yaitu
80,60, menandakan kualitas pembangunan manusia yang lebih baik di kota
tersebut. Namun, Lombok Utara menunjukkan IPM terendah di antara kabupaten/kota
Lombok yaitu 68,64, yang menandakan adanya disparitas pembangunan antar wilayah
di Pulau Lombok.
Gini Rasio, sebagai
indikator ketimpangan pendapatan, menunjukkan angka yang bervariasi dengan
kecenderungan ketimpangan yang cukup tinggi di beberapa daerah. Kabupaten
Sumbawa memiliki Gini Rasio sebesar 0,410, sedangkan Kota Bima berada pada
0,411, yang menunjukkan ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi meskipun IPM
Kota Bima termasuk yang tertinggi. Di Pulau Lombok, ketimpangan cenderung lebih
rendah di beberapa wilayah seperti Lombok Timur (0,270) dan Lombok Utara
(0,309), namun di kota-kota utama seperti Kota Mataram, Gini Rasio masih cukup
tinggi di angka 0,392. Hal ini menggambarkan bahwa meskipun ada kemajuan
pembangunan manusia, distribusi pendapatan masih belum merata dan menjadi
tantangan penting untuk pemekaran agar dapat diatasi.
Tingkat kemiskinan
juga memperlihatkan dinamika yang signifikan. Kota-kota utama seperti Kota Bima
dan Kota Mataram menunjukkan tingkat kemiskinan terendah masing-masing 8,12%
dan 8,00%, yang mengindikasikan efektivitas pelayanan publik dan akses ekonomi
yang lebih baik di perkotaan. Sebaliknya, Kabupaten Lombok Utara memiliki
tingkat kemiskinan tertinggi yakni 23,96%, yang jauh di atas rata-rata nasional
dan provinsi, menunjukkan kebutuhan mendesak untuk intervensi pembangunan
sosial dan ekonomi di wilayah ini. Wilayah lain di Pulau Sumbawa dan Lombok
juga mencatat angka kemiskinan yang relatif tinggi, berkisar antara 11% hingga
14%, yang mengindikasikan masih adanya kelompok masyarakat yang rentan dan
tertinggal secara ekonomi.
Pemekaran Provinsi
NTB menjadi Provinsi Pulau Sumbawa dan Provinsi Lombok dapat memberikan ruang
bagi pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang lebih fokus dan terarah sesuai
dengan karakteristik masing-masing wilayah. Pulau Sumbawa yang memiliki potensi
sumber daya alam yang melimpah, khususnya di sektor pertambangan dan pertanian,
dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ini untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan prioritas pada pengentasan kemiskinan dan
peningkatan IPM yang lebih merata di seluruh kabupaten. Kondisi ketimpangan
yang cukup tinggi dan tingkat kemiskinan di atas rata-rata juga harus menjadi
perhatian utama dalam merancang kebijakan fiskal dan sosial yang inklusif agar
manfaat pembangunan dapat dirasakan secara lebih adil.
Pulau Lombok, dengan jumlah penduduk yang
lebih besar dan basis ekonomi yang lebih beragam termasuk pariwisata yang kuat,
memiliki peluang untuk memperkuat sektor jasa dan industri kreatif sebagai
motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Keberadaan Kota Mataram sebagai pusat
administrasi dan perdagangan dengan IPM tinggi dan tingkat kemiskinan rendah
menjadi modal yang kuat untuk pengembangan wilayah lain di Pulau Lombok yang
masih tertinggal. Namun, tantangan utama Pulau Lombok terletak pada kesenjangan
antar wilayah yang cukup besar, seperti yang terlihat di Lombok Utara yang
memiliki IPM terendah dan tingkat kemiskinan tertinggi, sehingga perlu strategi
pembangunan yang mampu mengatasi disparitas tersebut dan meningkatkan
pemerataan kesejahteraan. Tantangan lain yang muncul dari data ini adalah
kebutuhan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengelolaan pemerintahan
yang efektif agar kedua provinsi baru dapat berjalan secara mandiri dan berkelanjutan.
Ketimpangan pendapatan yang masih tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
belum sepenuhnya inklusif, sehingga pembangunan harus diarahkan untuk
memperbaiki akses pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi bagi seluruh
lapisan masyarakat.
Pemekaran NTB menjadi
dua provinsi dapat menjadi peluang strategis untuk mempercepat pembangunan yang
lebih merata dan sesuai karakteristik wilayah, dengan fokus pada peningkatan
IPM, pengurangan kemiskinan, dan penurunan ketimpangan. Namun, keberhasilan pemekaran
ini sangat bergantung pada perencanaan yang matang, dukungan dari pemerintah
pusat dan daerah, serta partisipasi aktif masyarakat. Jika mampu mengelola
peluang dan mengatasi tantangan yang ada, pemekaran akan memperkuat otonomi
daerah dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Pulau Sumbawa dan
Provinsi Lombok secara berkelanjutan.
0 Comments