Breaking News

DI BALIK RENCANA PEMEKARAN PROVINSI NTB: POTENSI DBH PT AMNT ATAU DBH CHT, LEBIH MENGUNTUNGKAN PROV. PULAU SUMBAWA ATAU PROV. LOMBOK?

 

Poto; Dr Suparlan.

Pemekaran wilayah sering kali menjadi salah satu strategi untuk mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Dalam konteks Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), wacana pemekaran menjadi dua provinsi, yakni Provinsi Pulau Lombok dan Provinsi Pulau Sumbawa, kembali mengemuka seiring dengan perbedaan karakteristik sumber daya alam, kekuatan ekonomi, serta orientasi pembangunan masing-masing pulau. Pertanyaan besar kemudian muncul: jika NTB dimekarkan, siapa yang paling diuntungkan-Pulau Lombok dengan prospek ekonomi hijau dan agroindustri, atau Pulau Sumbawa dengan dominasi sektor tambang dan energi?

Pulau Lombok secara umum memiliki kekuatan pada sektor pertanian, pariwisata, perdagangan, serta industri berbasis komoditas rakyat seperti tembakau. Kabupaten seperti Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Kota Mataram memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB melalui sektor-sektor tersebut. Keberadaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) menjadi salah satu indikator penting kontribusi sektor pertanian dan industri hijau di Lombok.

Di sisi lain, Pulau Sumbawa memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah, khususnya mineral dan energi. Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menjadi pusat pertambangan nasional dengan kehadiran PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT), yang mengelola tambang Batu Hijau-salah satu tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia. Potensi pendapatan dari Dana Bagi Hasil (DBH) pertambangan menjadikan Pulau Sumbawa sangat strategis dari sisi keuangan daerah.

Tabel: DBH PT. AMNT dan DBHCHT Tahun 2023 dan 2024 (dalam 000/ribuan)

 

DBH PT. AMNT

DBH-CHT

Wilayah

2023

2023

2024

Provinsi NTB

114,900,000

126,293,736

122,447,546

Kab. Sumbawa Barat

191,600,000

17,555,175

17,029,225

Kab. Sumbawa

17,036,000

18,327,050

17,651,092

Kab. Dompu

17,036,000

18,886,221

18,054,273

Kab. Bima

17,036,000

17,574,481

17,041,802

Kota Bima

17,036,000

17,542,575

17,008,771

Kab. Lombok Barat

17,036,000

19,518,820

19,464,091

Kab. Lombok Tengah

17,036,000

71,149,670

72,015,101

Kab. Lombok Timur

17,036,000

78,304,028

78,629,013

Kab. Lombok Utara

17,036,000

17,591,256

17,096,247

Kota Mataram

17,036,000

70,858,497

62,741,138

Sumber : Data Sekunder diolah.

Total keseluruhan DBH dari PT AMNT pada 2023 mencapai Rp459,82 miliar, hampir sebanding dengan total DBHCHT di tahun yang sama sebesar Rp473,60 miliar. Namun yang menarik adalah distribusi dan konsentrasi dana ini. Sumbawa Barat menerima lebih dari 40% dari seluruh DBH tambang, sedangkan distribusi DBHCHT sangat didominasi oleh wilayah Pulau Lombok, terutama Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Kota Mataram.

Apabila NTB dimekarkan, Pulau Sumbawa akan menjadi provinsi yang sangat kuat dari sisi penerimaan DBH pertambangan. Dengan asumsi bahwa DBH tambang dari PT AMNT dialirkan penuh ke wilayah administratif Pulau Sumbawa, maka provinsi ini akan langsung memiliki posisi fiskal yang relatif aman. Kabupaten Sumbawa Barat bahkan dapat menjadi pusat kekuatan ekonomi baru di Indonesia timur.Tambang bukan hanya menghasilkan pendapatan pasif melalui DBH, tetapi juga memicu efek berganda (multiplier effect) dalam bentuk serapan tenaga kerja, pertumbuhan sektor jasa, logistik, dan konsumsi domestik. Apalagi PT AMNT tengah mengembangkan proyek smelter dan industri turunan logam yang akan memberikan nilai tambah signifikan. Namun, ketergantungan yang tinggi pada sektor tambang juga mengandung risiko. Fluktuasi harga komoditas global, ancaman degradasi lingkungan, serta keterbatasan usia operasional tambang menjadi isu yang harus diantisipasi.

Di sisi lain, Pulau Lombok akan tampil sebagai provinsi yang berbasis ekonomi hijau dan keberlanjutan. Pariwisata, pertanian organik, agroindustri, dan energi terbarukan menjadi pilar utama penggerak ekonomi. Dana dari DBHCHT yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun menjadi bukti potensi Lombok dalam sektor industri rakyat dan pertanian bernilai tinggi seperti tembakau virginia dan komoditas hortikultura. Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur secara konsisten memperoleh DBHCHT yang besar. Ini mengindikasikan kuatnya kontribusi sektor tembakau serta industri hasil tembakau (IHT) yang ramah lingkungan dan berbasis tenaga kerja lokal. Ditambah lagi dengan geliat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, pelabuhan Gili Mas, dan Bandara Internasional ZAM, Lombok memiliki infrastruktur yang mendukung diversifikasi ekonomi non-ekstraktif.

Dilihat dari perspektif pembangunan jangka panjang, Pulau Lombok memiliki daya tahan (resilience) ekonomi yang lebih baik karena basis ekonominya tidak terlalu bergantung pada satu komoditas utama. Ekonomi hijau yang inklusif dan menyerap banyak tenaga kerja informal berpotensi menjadi penggerak stabilitas sosial dan kesejahteraan jangka panjang. Pulau Sumbawa meskipun memiliki pemasukan besar dari tambang, namun ekonomi ekstraktif sangat rentan terhadap krisis global, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan. Pembangunan ekonomi yang terlalu berorientasi pada komoditas primer tanpa pengolahan lanjutan juga berpotensi menciptakan jebakan middle-income trap.

Secara administratif, Pulau Sumbawa terdiri dari lima kabupaten/kota: KSB, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima. Sedangkan Pulau Lombok terdiri dari lima kabupaten dan satu kota: Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, dan Kota Mataram. Pembentukan dua provinsi akan membuat tata kelola menjadi lebih fokus dan responsif terhadap kebutuhan lokal. Terdapat tantangan dalam pengelolaan sumber daya dan kewenangan fiskal pasca pemekaran. Provinsi baru harus mampu membentuk struktur birokrasi yang efisien dan tidak membebani anggaran. Selain itu, pembagian aset, kewenangan DBH, serta perencanaan pembangunan lintas wilayah menjadi isu krusial yang perlu disepakati secara adil.

Menjawab pertanyaan siapa yang paling diuntungkan dari pemekaran NTB, jawabannya sangat bergantung pada perspektif yang digunakan: Pendapatan langsung, Pulau Sumbawa jelas diuntungkan karena menguasai tambang besar dan DBH-nya jauh melebihi wilayah Lombok, Keberlanjutan ekonomi, Pulau Lombok lebih prospektif karena memiliki basis ekonomi hijau, industri rakyat, dan pariwisata, Ketahanan fiskal jangka pendek, Sumbawa memiliki kas yang besar, tetapi dari ketahanan struktural jangka panjang, Lombok memiliki ekonomi yang lebih resilien. Pemekaran NTB bukan hanya soal siapa dapat berapa, tetapi lebih pada siapa yang mampu mengelola potensi ekonominya secara adil, lestari, dan inklusif. Jika dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik, maka kedua provinsi baru ini dapat saling melengkapi: Sumbawa sebagai provinsi energi dan tambang yang mendorong industrialisasi, dan Lombok sebagai provinsi hijau yang mengusung ekonomi kerakyatan dan pariwisata berkelanjutan.

Mataram Penulis:
Dr. Suparlan, SE., M.Sc.
(Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram,
Email: suparlan23@staff.unram.ac.id

 

0 Comments

© Copyright 2023 - Suara Konsumen Indonesia