Breaking News

SBMI NTB, Menjadi Pekerja Migran Indonesia Di Malaysia Tak Selalu Terlindungi,

Kurangnya lapangan pekerjaan khususnya mereka yang mempunyai keterbatasan pendidikan. Hal ini membuat para penduduk bergerak untuk mencari pekerjaan yang layak, mudah dan tak membutuhkan latar belakang pendidikan yang tinggi khususnya bagi mereka yang bekerja disektor informal. (ahad,16/4/2023),

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Nusa Tenggara Barat, Usman, S.Pd, Mengatakan penyebab pengiriman Pekerja Migran Indonesia secara Ilegal di Luar Negeri, faktor ekonomi yang kurang sehingga memaksa mereka untuk bekerja, Faktor Pendidikan yang minim sehingga kurang mendapatkan informasi terkait Prosedur menjadi Pekerja Migran secara legal, Faktor Upah yang tinggi di Negara Malaysia, dan Proses yang mudah, cepat dan murah biaya administrasi dan tidak membutuhkan waktu yang lama,

“Pekerja migran Indonesia, orang Indonesia yang bekerja di luar negeri, punya banyak sisi cerita. Salah satunya, dibutuhkan tapi tak jarang terlunta, dan tidak semua selalu dapat perlindungan.

Fakta tentang pekerja migran Indonesia yang dibutuhkan dan dicari, ini antara lain mencuat di tengah pandemi dari negeri jiran Malaysia, lewat data pasar komoditas. Dampaknya pun terasa hingga ke seluruh dunia, termasuk di dalam negeri kita. Kisah dari Malaysia yang ini berpusar di perkebunan sawit. Selain pekerja rumah tangga, pekerja migran Indonesia terutama di Malaysia banyak yang ditempatkan di perkebunan sawit. Protokol kesehatan global terkait Covid-19 membatasi lalu lintas perjalanan global ternyata mempengaruhi jumlah pekerja yang tiba ke Malaysia untuk bekerja di perkebunan sawit mereka. “ujar Usman,

Pekerja migran Indonesia di Malaysia anjlok selama pandemi. Hasilnya, produksi dan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) Malaysia anjlok. Dalam aneka dokumen dan telaah industri CPO dinyatakan bahwa kondisi ini dipicu oleh kesulitan perkebunan Malaysia mendapatkan pekerja dari luar negeri.

Meski Indonesia adalah penghasil terbesar CPO, tata niaga minyak goreng tidak sinkron dengan industri kelapa sawit termasuk CPO adalah salah satu bahan dasar utama minyak goreng. Harga minyak goreng yang diedarkan di Indonesia pada akhirnya merujuk pada banderol harga CPO internasional. Mahal. Ilegal demi harapan hidup lebih baik Hingga tulisan ini tayang, pekerja ilegal dari Indonesia ke sejumlah negara bukanlah ilusi. Fakta terbaru datang dari tragedi kapal tenggelam di perairan Selat Malaka. Demi janji dan harapan penghidupan yang lebih baik, jalan ilegal ditempuh. Namun, yang didapati tak jarang malah duka dan nestapa. “ungkap Usman,

Sambung Usman, masalah Pekerja Migran, mengungkap sekelumit di antara cerita mereka. pekerja dimintai uang Rp 7-10 juta dengan iming-iming gaji tinggi di Malaysia untuk berangkat lewat jalur ilegal alias non-prosedural. Jalur pemberangkatan yang digunakan adalah pelabuhan-pelabuhan rakyat di Riau, banyak pulau-pulau di kawasan tersebut. Sayangnya, keselamatan tidak masuk karena pemberangkatan. Dari waktu ke waktu ada saja kecelakaan laut yang merenggut nyawa para pekerja migran. Puluhan nyawa hilang pada tahun lalu.

Kemiskinan dan harapan hidup lebih baik selalu jadi harapan para pekerja migran. Namun para calon pekerja migran  bersikukuh berangkat karena terlilit kredit perabotan dan rentenir dengan bunga mencekik,  bekerja sebagai buruh berpenghasilan Rp 40.000 per hari. Itupun kalau ada,  banyak tangan mengambil keuntungan dan kesempatan dari situasi semacam itu, termasuk merekrut dan memberangkatkan lewat jalan ilegal. “katanya,

Usman, menambahkan upaya mengendus dan menutup jalur-jalur pemberangkatan ilegal pekerja migran ini pun dirasa bak mencincang air. Minat orang untuk bisa bekerja di negeri jiran dengan iming-iming perbaikan kehidupan juga tak meredup. Kecelakaan kapal pada Desember 2021 dan Januari 2022, setidaknya ada empat kecelakaan kapal berpenumpang pekerja migran ilegal terjadi di Selat Malaka. Pertama, pada 15 Desember 2021. Perahu pengangkut 64 pekerja migran tanpa dokumen tenggelam digulung ombak di perairan Tanjung Balau, Johor. Sebanyak 22 calon pekerja migran meninggal dan 29 orang hilang. Kedua, pada 24 Desember 2021. Perahu pengangkut 50 pekerja migran tanpa dokumen tenggelam di perairan antara Sumatera Utara dan Semenanjung Malaysia.

“Sebanyak 16 pekerja migran tanpa dokumen hilang. Ketiga, pada 14 Januari 2022, perahu pengangkut 21 pekerja migran tanpa dokumen tenggelam di perairan antara Kepulauan Riau dan Malaysia. Tiga orang tewas dalam insiden tersebut. Keempat, pada 17 Januari 2022, perahu pengangkut pekerja migran tenggelam di perairan Pontian, Malaysia, dalam perjalanan dari Pulau Jalung, Batam, Kepulauan Riau. Berpenumpang 13 orang, termasuk pekerja migran tanpa dokumen, perahu yang membawa mereka terempas ombak dan menewaskan enam perempuan yang diduga calon pekerja migran. “katanya,

Berharap kepada aparat agar bersinergi dalam memberantas penyelundupan pekerja migran non prosudural juga imigrasi harus mengawasi pengajuan paspor agar keberangkatan pekerja migran nonprosedural dapat dicegah sedini mungkin. Persoalan ini tidak mudah karena menyangkut kehidupan ekonomi,”

Praktik perekrutan dan pengiriman pekerja migran ilegal terus terjadi dari waktu ke waktu. Mestinya ini dilakukan penegakan hukum agar para aktor yang terlibat mengirim Pekerja Migran tujuan Malaysia agar ada efek jeranya, tidak pengiriman PMI dengan cara unprosudural kembali,

“Belum lagi dengan persoalan yang membayangi pekerja migran perempuan relatif lebih pelik dan kompleks, sejumlah isu terkait perlindungan berlaku untuk semua pekerja migran, baik dari gender maupun lokasi penempatan kerja, terlebih lagi bagi mereka yang terjerat jalur non-prosedural. Kecelakaan kapal berpenumpang pekerja migran tanpa kelengkapan dokumen pada Desember 2021 dan Januari 2022 bisa jadi hanya sekeping kecil puncak gunung es dari praktik perekrutan, pemberangkatan, dan penempatan pekerja migran Indonesia.

Ketika jalur resmi dibuka namun menjadi Calon Pekerja Migran juga bisa mereka tertipu karena ulah oknum P3MI seperti yang pernah terjadi di NTB, yang telah di damping oleh Serikat Buruh Migran Indoesia Lombok Timur beberapa waktu lalu, tidak kunjung di berangkatkan dan mengeluarkan biaya 12 juta sampai 45 juta, minta uang nya kembali itupun di potong sehingga masyarakat sebagaian besar tidak percaya mendaftar sebagai pekerja migran jalur legal, mereka akan  memilih jalur ilegal karena langsung berangkat tidak terbeban hutang,

Masyarakat tidak percaya dengan bisa diberangkatkan melalui jalur legal, karena mereka telah mengalaminya mendaftar melalui salah satu PT dan menyetor sejumlah uang namun tidak di berangkatkan, dan memilih jalur ilegal, menurutnya dengan mereka langsung berangkat menuju negara Malaysia, juga pengawasan oleh pemerintah terhadap oknum PT masih lemah, “kata Usman

Peluang dan kesempatan untuk memperbaiki kehidupan sepertinya belum pula memberikan pilihan. bahkan, para pekerja migran yang dipulangkan atau putus kontrak ditangkap karena ilegal, gaji tidak sesuai,  pindah majikan,/perusahaan, tidak sesuai dengan Perjanjian Kerjasama (PK), 

Pekerja migran sejatinya diperlukan di negara penempatan. Namun, mereka teramat rentan terlunta. Mereka dicari ketika tidak ada, setelah ada tak selalu terlindungi. Mereka dipikat lewat banyak cara tetapi tak ada jaminan bahkan untuk selamat tiba ke lokasi penempatan kerja. Mau sampai kapan,

 

0 Comments

© Copyright 2023 - Suara Konsumen Indonesia