Judul : Filsafat ilmu : klasik hingga kontemporer/
Dr. Akhyar Yusuf
Lubis ; editor, Tim Pondok Penyuntingan (P2)
Judul Asli :
Filsafat ilmu klasik hingga kontemporer
Pengarang : Lubis, Akhyar Yusuf (pengarang)
Tim Pondok Penyuntingan P2 (editor)
Edisi : Cetakan ke-7, Januari 2020
Penerbitan :
Jakarta : Rajawali Pers, 2020
Jakarta
: Kharisma Putra Utama Offset, 2020
Hak
cipta 2014, pada penulis
Deskripsi Fisik : xiv, 266
halaman : ilustrasi ; 24 cm
Jenis Isi : teks
Jenis Media : tanpa perantara
Jenis Wadah :
volume
ISBN : 978-979-769-686-3
Subjek : Pengetahuan, teori Epistemologi
Filsafat
Bahasa : Indonesia
Bentuk Karya : Bukan fiksi
Target Pembaca : Umum
Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer
Salah satu cabang utama
filsafat adalah filsafat ilmu (epistemologi). Pada cabang ini, pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan dicoba dijawab oleh para filsuf adalah
apakah pengetahuan itu? Darimanakah sumber pengetahuan itu? Bagaimanakah manusia mengetahui? Apakah pengetahuan yang diperoleh manusia itu bersifat murni,
netral ataukah tidak terlepas dari asumsi-asumsi dan kepentingan? Apakah kriteria untuk
menentukan pengetahuan? Apakah kriteria itu bisa berlaku dan diterapkan ke semua
bentuk-bentuk pengetahuan yang berbeda ataukah tidak? Apakah pengetahuan yang diperoleh
manusia itu
bersifat objektif dan absolut ataukah sebaliknya, bersifat tentatif dan
relatif? Inilah sederet pertanyaan dalam kajian filsafat ilmu (epistemologi), yang kerapkali malah
melahirkan jawaban-jawaban yang berbeda dari tiap-tiap filsuf.
Buku ini mencoba menghadirkan perlbagai jawaban atas pertanyaan itu mulai yang bersumber dari pemikiran para filsuf era Yunani Klasik (seperti Sokrates, Plato, Aristoteles) hingga era Kontemporer (seperti Kuhn, Feyerabend, Heiddeger, Gadamer). Selain menyajikan pelbagai jawaban atas pertanyaan itu, buku ini juga menyuguhkan pelbagai dasar-dasar, asumsi-asumsi, dan konsep-konsep penting yang patut diketahui terkait kajian filsafat ilmu (dan metodologi). Lewat pengenalan terhadap dasar-dasar, asumsi-asumsi dan konsep-konsep penting tersebut, setidaknya ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tidak semata terhadap perkembangan dan dinamika filsafat ilmu (metodologi) melainkan juga problem dan isu-isunya. Buku ini mencoba menyajikan tema mendasar perihal filsafat ilmu (epistimologi) dan metodologi secara runut dan sistematis. Dibagi menjadi Sembilan bab. Bab pertama hingga bab keenam membahas pengertian dasar filsafat, epistemology, logika dan metodologi dari masa Yunani Klasik hingga era Modern (rasionalisme, empirisme, positivism).
Pembahasan-pembahasan disejumlah bab ini sangat penting apalagi dikaitkan dengan pemahaman terhadap teori dan kritikan postmodernisme atas asumsi (epistemologis, aksiologis atau ontologies) modernisme. Adapun bab kedelapan dan kesembilan membahas perihal hermeneutika dan fenemenologi. Hermeneutika dan fenemenologi memiliki asumsi dasar yang berbeda dengan posistivisme. Karena itu, metode yang mereka gunakan juga berbeda. Metode hermeneutika dan fenemenologi atau gabungan keduanya ini sekarang sudah mulai banyak digunakan dalam kajian sosial-budaya kekinian (kontemporer). Dalam buku ini juga membahas bagaimana kaitan antara hermeneutika dan fenemenologi dengan ilmu-ilmu sosial-budaya (dan juga psikologi).
Berikut ulasan perbab dalam buku ini sebagai berikut:
Pada bab pertama, membahas sebuah perkenalan singkat, pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam filsafat bahwa apa itu filsafat. Filsafat didefinisikan sebagai pencarian kebijaksanaan atau pengetahuan yang tiada henti. Bab ini juga membahas periodisasi filsafat Barat meliputi periode Helenistik, periode abad pertengahan, periode modern, dan periode postmodern atau kontemporer.Kemudian membahas mengenai cabang filsafat, ciri berfikir dan cara belajar filsafat, metode filsafat, sampai dengan manfaat filsafat. Belajar filsafat secara mendalam akan membentuk kemandirian secara intelektual, membangun sikap toleran terhadap perbedaan sudut pandang, dan membebaskan dari jeratan dogmatisme.
Bab kedua, ini membahas tentang Epistemologi, definisi epistemologi, sumber pengetahuan hingga batas dan jenis pengetahuan. Secara kebahasaan istilah epistemologi berasal dari Bahasa Yunani yakni episteme dan logos. Oleh karena itu, epistemologi dapat dipahami sebagai teori pengetahuan. Epistemologi pada dasarnya adalah upaya untuk mengevaluasi dan mengkritik pengetahuan manusia. Hospers mengatakan bahwa ada enam sumber pengetahuan, yaitu persepsi atau pengamatan indra, ingatan, akal dan nalar, introspeksi, intuisi, otoritas, prekognisi, kewaskitaan dan telepati.
Bab ketiga, ini membahas tentang perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan sekaligus menjelaskan perbedaan pengetahuan sehari-hari dengan ilmu pengatahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan jenis pengetahuan yang memiliki ciri-ciri dan metodeserta sistematika tertentu. Pada bab ini juga dijelaskan ciri-ciri dari ilmu pengetahuan dari pandangan tokoh-tokoh seperti Berlingg, Ban Melsen, dan lainnya. Menjelaskan pandangan terkait ilmu pengetahuan, dilanjutkan dengan pemaparan istilah-istilah penting dalam filsafat ilmu pengetahuan., metode ilmiah, dan asumsi-asumsi ilmiah.
Bab keempat, ini membahas mengenai pemikiran tokoh aliran rasionalisme baik yang hidup di era Klasik maupun di era Modern. Pembahasan rasionalisme di era Klasik dibahas oleh tokoh filsuf seperti Plato, sedangkan pembahasan rasionalisme di era Modern di bahas oleh tokoh filsuf Rene Descartes dan Baruch Spinoza. Dari bebapa pembahasan tentang rasionalisme yang dipaparkan oleh toko-tokoh filsuf sama-sama meyakini bahsa rasio adalah sumber pengetahuan utama. Rasionaisme lebih mengacu kepada hal yang bersifat epistemologis. Menurut Plato realitas yang senantiasa berubah adalah realitas dunia fisis (fenomena alam) sedangkan realitas yang sempurna terdapat dalam dunia idea. Sedangkan rasionalisme modern yang dikemukakan oleh Rene Descartes rasionalisme diartikan sebagai upaya untuk mempertimbangkan segala hal di bawah pertimbangan akal budi (rasio).
Bab kelima, ini membahas tentang empirisme klasik dan modern. Pembahasan empirisme di era Klasik diwakili oleh tokoh filsuf Aristoteles, sedangkan untuk pembahasan empirisme di era modern yang dibahas adalah dari pandangan Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke, dan Barkeley. Pada bab ini juga untuk pembahasan di era modern dimasukkan juga pemikiran dari tokoh filsuf Roger Bacon yang hidup pada abad pertengahan. Pemikiran tentang empirisme dari tokoh filsuf Roger Bacon juga sama dengan pemikiran dari tokoh-tokoh filsuf lainnya. Empirisme berasal dari Bahasa Yunani empiria, empiros yang berarti pengalaman.
Bab keenam, ini berfokus membahas mengenai positivisme dan positivisme logis. Pembahasan positivisme yang dibahas berfokus pada pendapat filsuf Auguste Comte, yang dikenal dengan bapak positivisme. Berdasarkan refleksi Auguste Comte, ia membahas pengaruh positivism terhadap kelemahannya. Sedangkan pembahasan tentang positivisme logis meliputi beberapa pandangan mengenai tokoh-tokoh positivisme logis, pokok-pokok ajaran positivisme logis, pemikiran-pemikiran yang mempengaruhi realisme. Pembuktian logis dan prinsip-prinsip verifikasi positivisme logis dapat dijadikan acuan untuk mendefinisikan bahasa ilmiah. Istilah positif adalah sesuatu yang dapat diuji atau dibuktikan oleh siapapun yang mau membuktikannya. Positivisme Auguste Comte menerima pengetahuan hanya tentang kebenaran positif, yaitu tidak bergantung pada kesadaran individu.
Bab ketujuh, ini membahas tentang pemikiran paradigma dari tokoh filsuf Kuhn. Di bab ini terdapat pembahasan tentang plularisme paradigma berdasarkan hasil pemikiran dari Thomas Samuel Khun mengenai pemahaman tentang prinsip ketidaksepadaan dan plularisme paradigma. Kuhn mengemukakan paradigma adalah pandangan dasar tentang pokok bahasan ilmu. Paradigma berkaitan dengan pendefinisian, eksemplar ilmiah, teori, metode, serta instrument yang tercakup di dalamnya. Bab ini juga membahas dan menjelaskan bagaimana pemikiran Kuhn berkontribusi besar terhadap epistemologi post-positivisme dan post-modern dengan pluralisme paradigma keilmuannya.
Bab kedelapan, ini membahas tentang kajian hermeutika sebagai bagian dari filsafat yang memiliki asumsi dasar yang berbeda dengan positivisme. Disini dibahas pengertian dasar hermeneutika. Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata “hermeneuin” yang berarti penafsiran atau seni menyampaikan makna. Sejarah hermeneutika, pembahasan hermeneutika sebagai cara pandang atau paradigma baru dalam filsafat, dan pemikiran para filosof hermeneutika.
Bab kesembilan, buku ini membahas mengenai fenomenologi. Fenomenologi memiliki asumsi dasar yang berbeda dengan positivisme. Pada bab ini juga dijelaskan secara jelas pengertian dari fenomenologi, dan pemikiran-pemikiran dari tokoh-tokoh fenomenologi. Fenomenologi terbentuk dari kata fenomenom yang berarti sesuatu yang menggejala dan logos yang berarti ilmu. Fenomenologi berarti ilmu tentang fenomena pembahasan tentang sesuatu yang menampakkan diri. Fenomenologi terkadang juga disebut ilmu makna. Bagi para ahli fenomenologi, dunia yang dijalani adalah dunia tanda-tanda yang memerlukan penafsiran tanpa akhir.
0 Comments