Breaking News

Mampukah Masyarakat Mengolah Hasil Laut di Kecamatan Labuhan Haji?


Oleh : Nur Utari Isroyani

Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Mataram

Berdasarkan sejarah dinamakannya Labuhan Haji karena pada era penduduk Belanda dan Jepang, masyarakat Lombok memanfaatkan pelabuhan ini sebagai tempat awal berangkat menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah,Arab Saudi. Labuhan haji terletak pada 08˚ 40’ LS dan 116˚ 34’ BT, dengan jarak sekitar 7 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Lombok Timur di Selong. Kecamatan Labuhan Haji memiliki jumlah penduduk 51.603 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 20.739 dan perempuan 30.864. Labuhan Haji merupakan salah satu desa yang komposisi masyarakatnya sebagian besar bekerja sebagai nelayan tradisional, tenaga buruh tangkap ikan.

Masyarakat nelayan merupakan masyarakat dengan kondisi sosial yang memprihatinkan. Upaya untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup nelayan sangatlah penting mengingat kondisi sosial ekonominya yang memprihatinkan. Nelayan termasuk salah satu golongan miskin yang perlu diperhatikan. Karena selalu berada pada kehidupan ekonomi yang rendah dengan situasi kerja yang monoton dan dalam melakukan pekerjaan memerlukan fisik yang kuat.  (SDM) Sumber Daya manusia di bidang perikanan umumnya masih lemah. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan cenderung menghambat proses alih teknologi dan keterampilan yang berdampak pada kemampuan manajemen dan skala usahanya. Tingkat pendidikan rendah dikarenakan karena usaha yang masih dipengaruhi oleh musim. Masyarakat memperoleh pendapatan lebih tinggi hanya pada musim-musim tertentu saja,sedangkan pada bulan lainnya merupakan bulan paceklik. Penangkapan ikan itu sendiri sangat dipengaruhi juga oleh macam perahu, aalat tangkap dan keadaan alam. 


Permasalahan ketidakberdayaan secara ekonomi sehingga masyarakat pesisir khususnya masyarakat nelayan identik dengan kemiskinan karena ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Ketidakmampuan ibu-ibu nelayan mengelola hasil tangkapan yang melimpah, menyebabkan hasil tangkapan tetap dijual dengan harga yang murah. Minimnya kreativitas yang dimiliki oleh ibu-ibu nelayan disebabkan oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah. Aktivitas yang sering dilakukan oleh ibu-ibu nelayan dalam mengisi waktunya yang luang digunakan pada kegiatan bergosip, mengurus dapur, dan tertutup dengan orang baru. Minimnya aktivitas yang bermanfaat yang dilakukan sehingga tak dapat membantu perekonomian keluarga.


Wanita nelayan adalah istilah untuk wanita yang hidup dilingkungan keluarga nelayan,baik sebagai istri maupun anak. Wanita dengan jumlah yang lebih besar dari laki – laki seharusnya dapat menjadi sumber potensial untuk dikembangkan. Dengan kondisi ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini berdampak sangat luas dan memberatkan kehidupan masyarakat dari semua lapisan. Dalam keadaan yang tidak menentu, nelayan pada dasarnya harus menyesuaikan diri. 


Upaya peningkatan pendapatan ini dapat melalui usaha produktivitas seluruh sumber daya manusia yang ada dalam keluarga nelayan. Diantara anggota keuarga nelayan yang produktif untuk menambah pendapatan adalah para istri nelayan. Wanita – wanita nelayan (istri nelayan) mempunyai potensi pendorong pemberdayaan masyarakat pantai. Maka dari itu wanita-wanita nelayan perlu memiliki keterampilan untuk mengolah hasil tangkapan dengan baik. 


Menciptakan pendapatan masyarakat nelayan secara berkelanjutan dapat dilakukan melalui penanganan pada bagian pasca panen yang merupakan tahap akhir dari rangkaian kegiatan nelayan. Ada berbagai bentuk pengolahan produk hasil tangkapan nelayan yang sudah dikenal, misalnya pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemindangan. Salah satu bentuk olahan dari ikan adalah abon ikan dan bakso ikan.

0 Comments

© Copyright 2023 - Suara Konsumen Indonesia