Breaking News

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Lombok Tengah Yang Sudah Lama Terbengkalai



Solang Prismayadi (Ketua Karang Taruna Desa) Kiri, Rata Wijaya (Tengah),  Patriono (Sekdes Pengengat) Kanan
Lombok Tengah - Momok yg paling di takutkan sejak sekitar delapan tahun yg lalu ketika TPA ini masih dalam tahap sosialisasi akhirnya benar terjadi. Manis di bibir, janji tinggallah janji akan hadirnya Tempat Pengolahan Sampah (TPS) yg akan didaur ulang menjadi pupuk dan berbagai produk olahan limbah lainnya.
" Dengan penuh semangat mendiang Almarhum mantan kepala Desa Pengengat periode 2007 - 2013 menjelaskan dengan kehadiran TPS ini, beliau mengatakan akan dengan mudah dibantu pengaspalan jalan, yang memang ruas jalan Kabupaten Ketangan - Kelekuh kala itu belum di aspal. Lebih jauh, akan banyak menyerap tenaga kerja yg akan masuk dalam proses Pengolahan Sampah tersebut " Ungkap Rata Wijaya yang juga Ketua BUMDes Desa Pengengat sekaligus
Sekretaris MPKT Karang Taruna Kecamatan Pujut.
Ia sendiri pun beberapa minggu yang lalu sempat terkena Demam Berdarah (DBD) dikarenakan lingkungan yang masih belum terjamin kebersihannya.
"Namun kita sebagai masyarakat sungguh sangatlah lugu menerima begitu saja tanpa memahami dampak jangka panjang serta kemungkinan terburuk ketika tak semua janji ditepati " Pungkasnya
Tahun 2013 hingga 2014 berturut turut dilakukan pembebasan lahan, dan pembangunan juga dilaksanakan. Kepala Desa pun telah berganti diakhir tahun 2013. Hingga akhirnya, 10 September 2015, digelarlah pesta akbar peresmian TPA Pengengat, bukan TPS.
"Satu kejanggalan pertama disini, kenapa bisa TPS menjadi TPA. Apakah hal tersebut bisa berubah begitu saja? Ini salah satu point pertama untuk kita telusuri" Ungkap Rata Wijaya
Dalam petunjuk tehnis mobilisasi sampah, berdasarkan penuturan berbagai pihak, jalur yang disepakati sebagai entry point adalah jalur segale anyar, ketangan lanjut ke TPA. Namun pemandangan sehari hari, konvoi mobil sampah berduyun duyun melalui jalur segala penjuru, sehingga sebaran bau dan pemandangan kumuh masuk dari segala arah di Pengengat kita tercinta.
Point kedua, ini harus kita rapihkan kembali.
Ia menjelaskan bahwa ia dan masyarakat sudah  menunggu tiap tahun jalan utama yg dilalui pun mulai compang camping, namun tak tampak tanda tanda dinas terkait menunjukkan kepeduliannya meski sekedar satu dua dump tanah urug agar jalannya rata dan tidak membuat mobil sampah oleng kiri kanan dan menjatuhkan serpihan sampah disepanjang jalan kenangan masuk Pengengat. Jalan mulus sebagai kompensasi sampah yg diharapkan malah merusak jalan yg sudah ada.
Selain itu, sumber sampah pun beraneka ragam, dari sampah perhotelan, pasar, rumah tangga dan lainnya dan berharap tidak ada sampah rumah sakit yg masuk. Timbunan sampah makin meninggi karena memang polanya landfill, ditutupi menggunakan tanah urug.
Musim kemarau pampers dan plastik beterbangan disertai bau, musim hujan sepanjang hilir daerah aliran sungai pun memerah dengan baunya yang menyengat. Hal tersebut sempat dilaporkan namun katanya tidak apa apa, airnya layak diminum ternak.
TPA ini pun kini menjadi ladang rejeki anjing-anjing liar, beranak pinak hingga membentuk kerajaannya sendiri dan mulai ekspansi ke wilayah pemukiman penduduk setempat.
Setelah sekian tahun menanti, minggu lalu dinas Lingkungan Hidup menerjunkan pembasmi anjing, katanya banyak yang mati, namun banyak juga yg sudah menjadi warga persekutuan anjing-anjing di dusun-dusun setempat.
"Kini terdengar kabar TPA ini mau ditingkatkan kapasitasnya menggunakan APBN, berkisar 1 Miliar, kebayang sampahnya siap digunungkan lagi. Apakah memang sudah nasib kita? " Tanya Rata Wijaya
Hal yang sebenarnya di harapkan oleh ia dan masyarakat cukup sederhana, yaitu
Pemerintah melalui dinas yg berkepentingan meminta agar sampah-sampah tersebut diurus dengan benar, jangan biarkan warga menjadi korbannya, dikarenakan penyakit-penyakit yang aneh mulai berdatangan, belum lagi akhir-akhir ini DBD menyerbu wilayah pengengat, mungkin ada hubungan, mungkin juga tidak ada. Tapi lambat laun, yg namanya sampah adalah sumber penyakit.
Ia dengan tegas menyatakan jika memang tidak ada niatan untuk di urus dengan baik, ya sudahi saja. Jangan sampai program zero waste hanya sebatas di kota kota, sedang desa kita dipinggiran hanya dapat bagian sampah saja.
Pengengat sesuai nama, sebatas ngéngat dengan ngangét. Lingkar Bandara bukan, lingkar KEK juga bukan, kita hanya berada dilingkaran Sampah sebagai korban kemajuan pembangunan.
"Dinas LH yg kami hormati, sesekali bekali kami bagaimana cara terhindar dari penyakit, ajar kami ambil manfaat dari musibah sampah yg kalian kirim. Jangan kasih kami permen bantuan sesaat, yg memang gak pernah kami tau adakah semacam kompensasi atau memang tidak ada sama sekali. Kami tunggu program zero waste pak gubernur juga, Kali saja ada teorinya duo doktor yg bisa beri kami solusi "Pungkasnya.

0 Comments

© Copyright 2023 - Suara Konsumen Indonesia