Breaking News

Hearing Di Kantor DPRD Lotim, SBMI NTB Desak Pemda Anggarkan Sosialisasi Perda Perlindungan PMI, Kawal Kasus Kematian PMI Diduga Korban Penganiayaan asal Lombok Timur,

 

Dewan Pimpinan Wilayah  Serikat Buruh Migran Indonesia (DPW SBMI) Nusa Tenggara Barat sedang mengawal kasus meninggalnya seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Desa Apitaik, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Jenazah korban berusia sekitar 46 tahun itu telah dipulangkan ke keluarganya dalam keadaan yang memprihatinkan, yakni masih mengeluarkan darah dari bagian kepala.

Kasus ini turut menyoroti tingginya kerentanan PMI yang berangkat melalui jalur non-prosedural. Beberapa kasus terbaru yang direspon SBMI di berbagai daerah menunjukkan pola serupa, dimana PMI non-prosedural tidak mendapatkan perlindungan dan jaminan sosial.

Ketua SBMI NTB, Usman, menjelaskan kepada media di gedung DPRD Lombok Timur usai hearing pada Selasa, 7 Oktober 2025, bahwa korban diduga mengalami penganiayaan. 

“Saat masih hidup, berangkat dibawa oleh calo PMI dengan tujuan Abu Dhabi. Tapi diduga dianiaya di Sidoarjo, Jawa Timur, hingga meninggal dan jenazahnya dibawa pulang,” terang Usman, mengutip fakta yang dituturkan oleh keluarga korban.

Hearing yang dihadiri oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bappeda, dan BKAD Kabupaten Lombok Timur, ini membahas perlindungan pemerintah bagi PMI. 

Usman menegaskan, pemerintah daerah perlu mengambil peran lebih aktif. “Kita sudah memiliki aturan di Perda tentang perlindungan PMI yaitu No. 5 Tahun 2021 dan Peraturan Bupati Nomor 79 tahun 2024 tentang pemberdayaan sosial ekonomi dan pelindungan pekerja migran indonesia dan keluarganya di Kabupaten Lombok Timur,”ujarnya. 

Tapi, ia sangat menyayangkan bahwa Perda  dan perbub ini belum disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, bahkan hingga tingkat pemerintah desa.

Ketiadaan sosialisasi ini, menurut Usman, berkontribusi pada maraknya masyarakat yang berangkat ke luar negeri secara ilegal. 

“Inilah yang membuat perlindungan dari pemerintah untuk PMI kita jadi tidak ada,” jelasnya. 

Usman juga menyinggung praktik oknum “tekong” atau calo di setiap desa yang menjanjikan keberangkatan cepat tanpa melalui jalur resmi, sehingga membuat status PMI menjadi ilegal.

Kondisi ini sejalan dengan temuan SBMI di daerah lain. Seperti disampaikan Ketua SBMI Lumajang, Madiono, yang mengimbau masyarakat untuk bekerja melalui jalur resmi. 

“Dengan bekerja secara prosedural, PMI akan mendapatkan perlindungan hukum dan jaminan sosial, termasuk santunan kematian sebesar Rp85 juta serta beasiswa pendidikan bagi anak-anaknya jika terjadi hal yang tidak diinginkan,” tegasnya.

Usman juga mengungkapkan bahwa Lombok Timur memiliki Peraturan Bupati (Perbup) tentang pemberdayaan sosial ekonomi perlindungan pekerja migran. “Di seluruh Indonesia tidak ada, kecuali di Lombok Timur di NTB ini,”ungkapnya. Instrumen hukum ini dinilai sangat potensial jika diimplementasikan dengan baik.

Oleh karena itu, SBMI NTB mendesak Pemerintah Daerah untuk segera melakukan sosialisasi Perda dan Perbup tersebut hingga ke tingkat desa dengan di siapkan anggaran oleh pemda. 

"Kalau sudah ada Perda dan Perbup, maka pemerintah desa membuat Perdesnya dan bisa menjelaskan ke masyarakat kita dan tidak ada lagi PMI kita yang pergi bekerja ke luar negeri dengan status ilegal,”pungkas Usman.

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Timur H. Muhammad Holdi mendesak pihak eksekutif untuk melakukan sosialisasi secara massif terkait Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Peraturan Bupati Nomor 79 tahun 2024 tentang pemberdayaan sosial ekonomi dan pelindungan pekerja migran indonesia dan keluarganya di Kabupaten Lombok Timur.

‎Menurutnya, salah satu penyebab masih tingginya kasus PMI ilegal di Lombok Timur ialah karena  minimnya pengetahuan masyarakat terkait  mekanisme yang benar sehingga banyak yang terjerumus menjadi PMI Ilegal, di samping masih banyaknya oknum tekong yang memberikan janji-jani manis kepada masyarakat meskipun melalui jalur yang tidak sesuai prosedur.”kata Holdi

"Jangan terus masalah seperti ini kita diamkan karena mereka tidak bisa terlindungi karena berangkatnya ilegal, kalau dia ilegal itu memang tidak bisa dalam hearing. 

Sementara itu, Kabid Anggaran BPKAD Lombok Timur Mufachir, juga dari Bappeda yang hadir dalam hearing tersebut berkomitmen untuk menyampaikan aspirasi tersebut kepada pimpinan, agar nantinya, Sosialisasi Perda dan Perbub perberdayaan sosial ekonomi dan Perlindungan PMI dimasukan dalam Anggaran pada tahun 2026.

 

 

 

0 Comments

© Copyright 2023 - Suara Konsumen Indonesia